KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat, rahmat dan
karunianya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai Gelandangan dan
Pengemis di Aksara.
Terima
kasih kami ucapkan kepada Bapak Dr. Marlan hutahaean, Msi yang telah memberikan
tugas ini sehingga kami dapat menambah pemahaman kami tentang Masalah publik
khususnya Gepeng yang selalu menjadi akar masalah selama ini. Terima kasih pula
kami ucapkan kepada teman-teman yang telah membantu kami dalam menyusun makalah
ini.
Adapun
tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak Dr. Marlan
hutahaean, Msi. Banyak kendala yang kami alami dalam menyusun makalah ini.
Namun, itu semua tidak menyurutkan niat kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami
telah berupaya menyempurnakan makalah ini, namun seperti kata pepatah, “ Tak
ada gading yang tak retak” maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari Bapak Dr. Marlan hutahaean, Msi, teman-teman dan orang lain yang
sudi meluangkan waktunya untuk menyimak isi dari makalah ini.
Sekali
lagi, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami sangat berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampai saat ini, Indonesia masih
tergolong Negara yang sedang berkembang dan belum mampu menyelesaikan
masalah kemiskinan. Dari beberapa banyak masalah sosial yang ada sampai saat
ini, gelandangan dan pengemis adalah masalah yang perlu di perhatikan lebih
oleh pemerintah, karena saat ini masalah tersebut sudah menjadi bagian dari
kehidupan kota-kota besar, khususnya di Kota Medan ini. Populasi Gelandangan,
Pengemis dan Pemulung secara nasional terlihat naik turun menurut Pusat
data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial lima tahun terakhir tahun 2007
berjumlah 61.090 dan pada tahun 2011 berjumlah 194.908 ada kenaikan 17% penyebab
banyaknya gelandangan dan pengemis di kota besar, bukan karena tidak adanya
lapangan pekerjaan, tetapi juga dari faktor tidak adanya keinginan untuk
berusaha dan ketidak memilikinya keterampilan, dan pada kenyataannya banyak
kita lihat gelandangan yang justru masih mampu untuk berusaha. berusaha dalam
arti apa saja yang penting bisa makan. Keberadaan gelandangan dan pengemis
(gepeng) di perkotaan sangat meresahkan masyarakat, selain mengganggu aktifitas
masyarakat di jalan raya, mereka juga merusak keindahan kota. Dan tidak sedikit
kasus kriminal yang dilakukan oleh mereka, seperti mencopet bahkan mencuri dan
lain-lain.
Oleh
sebab itulah, apabila masalah gelandangan dan pengemis tidak segera mendapatkan
penanganan, maka dampaknya akan merugikan diri sendiri, keluarga, masyarakat
serta lingkungan sekitarnya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Apa saja
faktor yang menyebabkan munculnya gelandangan di kota Medan khususnya daerah
Aksara ?
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di
atas maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Agar mahasiswa mampu memahami
faktor penyebab, dampak dan upaya penanggulangan dari masalah Gelandangan dan
Pengemis.
BAB II
LANDASAN TEORI
Gepeng merupakan Orang-orang yang tidak mempunyai
tempat tinggal dan tidak mempunyai pekerjaan. Gepeng juga bisa di sebut
orang miskin atau orang yang tidak
mampu.
Banyak pemahaman tentang kemiskinan yang di kemukakan
para ahli, salah satu pemahaman yang dimaksud dikemukakan Bank dunia (1990) dan
Chambers (1987) (dalam Mikkelsen,2003:193) yang memandang kemiskinan sebagai :
“Suatu
kemelaratan dan ketidakmampuan masyarakat yang diukur dalam satu standar hidup tertentu
yang mengacu kepada konsep miskin relatif yang melakukan analisis perbandingan
di negara-negara kaya maupun miskin. Sedangkan konsep absolut dari kemiskinan
adanya wabah kelaparan, ketidakmampuan untuk membesarkan atau mendidik
anak-anak lain”
Usman
(2003 : 33) mengatakan bahwa
“kemiskinan adalah kondisi kehilangan
(deprivation) terhadap sumber-sumber pemenuh kebutuhan dasar yang berupa
pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan serta hidupnya serba
kekurangan.”
Sedangkan
pemahaman tentang masalah kemiskinan, menurut Sumodiningrat (1999 : 45) :
“Masalah kemiskinan pada dasarnya
bukan saja berurusan dengan persoalan ekonomi semata, tetapi bersifat
multidimensional yang dalam kenyataannya juga berurusan dengan
persoalan-persoalan non-ekonomi (sosial, budaya, dan politik). Karena sifat
multidimensionalnya tersebut, maka kemiskinan tidak hanya berurusan dengan
kesejahteraan materi (material well-being), tetapi berurusan dengan
kesejahteraan sosial (social well-being).”
Dari
pandangan di atas diperoleh suatu konsep pemahaman bahwa kemiskinan pada
hakekatnya merupakan kebutuhan manusia yang tidak terbatas hanya pada
persoalan-persoalan ekonomi saja. Karena itu, program pemberdayaan masyarakat
miskin sebaiknya tidak terfokus pada dimensi pendekatan ekonomi saja, tetapi
juga memperhatikan dimensi pendekatan lain, yaitu pendekatan peningkatan
kualitas sumber daya manusia dan sumber daya sosial. Menurut Supriatna
(1997:90) :
“Kemiskinan merupakan kondisi yang
serba terbatas dan terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkutan.
Penduduk dikatakan miskin bila ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,
produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraan
hidupnya, yang menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan.”
Menurut
Kartasasmita (1996:240-241), kondisi kemiskinan dapat disebabkan
sekurang-kurangnya empat penyebab :
“Pertama, rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan
yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan
sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Dalam bersaing untuk mendapatkan
lapangan kerja yang ada, taraf pendidikan menentukan. Taraf pendidikan yang
rendah juga membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan peluang.
Kedua, rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir, dan prakarsa.
Ketiga, terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan itu.
Keempat, Kondisi keterisolasian. Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.”
Kedua, rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir, dan prakarsa.
Ketiga, terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan itu.
Keempat, Kondisi keterisolasian. Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.”
Keempat
penyebab tersebut menunjukkan adanya lingkaran kemiskinan. Rumah tangga miskin
pada umumnya berpendidikan rendah dan terpusat di daerah pedesaan. Karena
pendidikan rendah, maka produktivitasnya pun rendah sehingga imbalan yang
diterima tidak cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, antara
lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan, yang
diperlukan untuk dapat hidup dan bekerja.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gelandangan dan Pengemis (GEPENG) adalah orang-orang yang hidup
dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat
setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di
wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum dan mendapatkan
penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan
untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Di lingkuangan aksara lebih
tepatnya di lampu merah dekat Ramayana terdapat sekitar 14 orang Gepeng yang
mempunyai latar belakang kehidupan yang berbeda.
Selain itu, dampak yang ditimbulkan oleh mereka sangat meresahkan masyarakat. Mulai dari tingkat kriminalitas yang tinggi, menyebabkan kemacetan di sekitar jalan raya dan mengganggu kenyamanan pengguna jalan.
Selain itu, dampak yang ditimbulkan oleh mereka sangat meresahkan masyarakat. Mulai dari tingkat kriminalitas yang tinggi, menyebabkan kemacetan di sekitar jalan raya dan mengganggu kenyamanan pengguna jalan.
Aksara menjadi tempat mereka
melakukan kegiatannya karena merupakan tempat yang ramai dan memungkinkan untuk
mendapat uang yang banyak melalui meminta-minta, mengamen dan lain-lain.
B. Faktor Penyebab
faktor-faktor
yang menjadi penyebabnya adanya pengemis di kota Medan khusunya Aksara sebagai
berikut :
1. Urbanisasi
Dari 14 orang gelandangan yang berada di
sekitar Aksara 10 orang diantaranya bukan merupakan penduduk asli kota medan.
Mereka merupakan orang-orang yang
berasal dari luar daerah (kota medan) misalnya dari daerah Jawa, Riau dan lainnya.
Kebanyakan dari mereka melakukan urabanisasi ke Medan untuk mencoba
meningkatkan taraf hidup yang masih kurang di kampung. Ini sesuai dengan data
dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja bahwa 90% gepeng di kota Medan berasal dari
luar daerah
2. Rendahnya keterampilan
Rendahnya
keterampilan merupakan faktor intrinsik yang sangat berpengaruh . Orang-orang
yang datang ke kota Medan untuk merantau tanpa sebuah keahlian menjadikan
peluang hidup seseorang tersebut sangat minim. Mereka datang ke Medan tanpa
sebuah persiapan yang matang, mereka hanya bermodalkan semangat serta
iming-iming mendapat pekerjaan yang lebih baik di Medan. Terbukti dari
hasil survey yang kami lakukan di Aksara, gepeng yang berada di daerah
itu tidak mempunyai skill atau ketrampilan tertentu yang dapat menunjang
seseorang untuk mendapatkan pekerjaan.
3. Pendidikan Rendah
Sekitar
95 % gepeng di aksara sangat minim dunia
pendidikan. Kebanyakan dari mereka hanya tamatan SD bahkan ada yang belum
sekolah. Ini membuat sulit bersaing untuk hidup di daerang yang biaya hidupnya
lumayan mahal seperti kota Medan ini.
4. Mempunyai kelemahan fisik atau
penyakit.
Terdapat
sekitar 3 orang di antara gepeng-gepeng di aksara yang menderita cacat fisik
dan penyakit semacamnya. Sehingga mereka terbatas untuk melakukan pekerjaan.
Faktanya, yang normal saja susah untuk bekerja, apalagi yang cacat. Terlebih
mereka tidak mempunyai keluarga yang dapat mengurusi mereka dan memberi mereka
kehidupan yang layak.
5. Lingkungan
Saat ini,
ada beberapa orang anak yang menjadi gepeng dikarenakan terlahir dilingkungan
gepeng. Artinya, Anak-anak yang terlahir dari orang tua yang sebagai gepeng,
secara tidak langsung telah menambah jumlah gepeng dengan proses kelahiran. Ini
menjadi faktor yang juga sangat memprihatinkan. Nantinya anak-anak tersebut
akan kesulitan juga untuk mendapat pendidikan dan kehidupan yang layak.
Dari
sekian faktor yang ada, ada 5 faktor yang menjadi penyebab adanya gelandangan
di Aksara yaitu Urbanisasi, Keterampilan, Pendidikan, Kelemahan Fisik dan Lingkungan.
Hal itu menjadi dasar yang membuat orang-orang tersebut terpaksa menjadi
Gepeng.
C. Dampak
1. Masalah
lingkungan (tata ruang).
mengangu ketertiban umum, ketenangan masyrakat dan kebersihan serta
keindahan kota.
2. Masalah kependudukan
tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat di kelurahan
(RT/RW) setempat dan sebagian besar dari mereka hidup bersama sebagai suami
istri tampa ikatan perkawinan yang sah.
3. Masalah keamanan dan ketertiban
menimbulkan kerawanan social, mengganggu
keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut.
4. Masalah kriminalitas
kriminalitas yang di
lakukan oleh para gelandangan dan pengemis di tempat keramaian mulai dari
pencurian, kekerasan
hingga pelecehan seksual sangat kerap terjadi.
D. Upaya Penanggulangan
Berdasarkan
data dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Sebelumnya pernah dilakukan penertiban
kepada para Gepeng di Kota Medan termasuk lingkungan Aksara. Seperti Penertiban
yang pernah dilakukan pada Tahun 2013, Dari hasil razia dan penertiban, anjal
dan pengemis selama tahun 2013 sebanyak 151 orang dan langsung dibawa ke panti
asuhan Pungi di Binjai karena Kota Medan belum memiliki panti asuhan untuk
membina mereka yang kena jaring saat razia.
Selama di
panti asuhan mereka mendapat pembinaan bahkan diajari berkarya agar bisa
mandiri. Selain itu, terdapat anak-anak dibawah umur (18 tahun), mereka di beri
beasiswa agar dapat meneruskan sekolah dan tidak kembali ke jalan. Namun kenyataannya setelah keluar, mereka
kembali lagi ke jalanan. Pasalnya tidak ada tempat menetap.
Hal ini membuat pemerintah kewalahan untuk mengurangi gepeng di kota medan yang diperkirakan berjumlah sekitar 500 orang. Namun dalam hal ini, pemerintah terus berusaha melakukan razia untuk menekan angka tersebut walaupun untuk memberantasnya masih sulit.
Hal ini membuat pemerintah kewalahan untuk mengurangi gepeng di kota medan yang diperkirakan berjumlah sekitar 500 orang. Namun dalam hal ini, pemerintah terus berusaha melakukan razia untuk menekan angka tersebut walaupun untuk memberantasnya masih sulit.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gepeng
adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan
yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan
pekerjaan mereka meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan
untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Salah satu area yang rawan
gepeng adalah Lampu merah dekat Ramayana Aksara. Tempat itu mereka melakukan
kegiatannya karena merupakan tempat yang ramai dan memungkinkan untuk mendapat
uang yang banyak melalui meminta-minta, mengamen dan lain-lain. Dari sekian
faktor yang ada, ada 5 faktor yang menjadi penyebab adanya gelandangan di
Aksara yaitu Urbanisasi, Keterampilan, Pendidikan, Kelemahan Fisik dan
Lingkungan. Hal itu menjadi dasar yang membuat orang-orang tersebut terpaksa
menjadi Gepeng. Dampak yang ditimbulkan oleh mereka sangat meresahkan
masyarakat, mulai dari masalah lingkungan, kependudukan, keamanan dan
ketertiban serta kriminalitas.
Berdasarkan
data dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Sebelumnya pernah dilakukan penertiban
kepada para Gepeng di Kota Medan termasuk lingkungan Aksara. Namun kenyataannya
setelah keluar, mereka kembali lagi ke jalanan. Pasalnya tidak ada tempat
menetap ditambah tidak adanya panti asuhan unutk menampung mereka untuk dineri
pengarahan dan ketrampilan di kota Medan sehingga membuat pemerintah kesulitan
untuk menuntas Gepeng di kota Medan.
B. Penutup
Sebaiknya pemerintah agar
memperhatikan gelandangan dan pengemis dengan memberikan bimbingan bukan dengan
penangkapan secara keras, karena bagaimana pun juga mereka adalah anak bangsa
yang mempunyai hak untuk mendapatkan hidup layak serta pendidikan dan
perhatian, karena kami yakin jika mereka di berikan kesempatan untuk mendapat
pendidikan dan perekonomian yang baik tentunya kelak mereka dapat mengaharumkan
nama Negara dan bangsa dan juga dapat mengurangi permasalahan sosial yangt
erjadi di Indonesia saat ini. Kami juga menghimbau kepada keluarga agar dapat
memberikan pola asuh yang baik,sehingga tidak mendorong anak-anak penerus
bangsa terjerumus didalam kehidupan sosial yang menyimpang. Upaya
penanggulangan akan lebih baik lagi jika pemerintah menyediakan panti sosial yang mempunyai program dalam bidang pelayanan
rehabilitasi dan pemberian bimbingan keterampilan (workshop) bagi gelandangan
dan pengemis sehingga mereka dapat mandiri dan tidak kembali menggelandang dan
mengemis, dll.